Tuti
dan Maria adalah kakak beradik, anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana
daerah Banten. Sementara itu ibu mereka telah meninggal. Meskipun mereka
adik-kakak, mereka memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung adalah
seorang gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji,
dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sementara Maria adalah gadis yang
periang, lincah, dan mudah kagum.
Diceritakan pada hari Minggu Tuti
dan Maria pergi ke akuarium di pasar ikan. Di tempat itu mereka bertemu dengan
seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian putih
berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu ketika
hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, pada saat itu pula mereka
berbincang-bincang dan berkenalan. Nama pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah
seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran. Sementara Maria adalah murid H.B.S Corpentier Alting Stichting dan
Tuti adalah seorang guru di sekolah H.I.S
Arjuna di Petojo. Mereka berbincang samapai di depan rumah Tuti dan Maria.
Yusuf adalah putra dari Demang Munaf
di Matapura, Sumatra Selatan. Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu
terbayang-bayang kedua gadis yang ia temui di akuarium., terutama Maria. Yusuf
telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, bahkan dia berharap
untuk bisa bertemu lagi
dengannya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan harinya dia bertemu lagi di
depan hotel Des Indes. Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering menjemput
Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai berani berkunjung ke
rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu
tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibukan oleh
kegiatan-kegiatan nya dalam kongres Putri Sedar yang diadakan di Jakarta, dia
sempat berpidato yang isinya membicarakan tentang emansipasi wanita. Tuti
dikenal sebagai seorang pendekar yang pandai meimilih kata, dapat membuat
setiap orang yang mendengarnya tertarik dan terhanyut.
Sesudah ujian doctoral pertama dan kedua berturut-turut selesai, Yusuf pulang ke
rumah orang tuanya di Martapura, Sumatra Selatan. Selama berlibur Yusuf dan Maria saling mengirim
surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan kalau dia dan Tuti telah pindah ke
Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut membuat Yusuf semakin merindukan
Maria. Sehingga pada akhirnya Yusuf memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta dan
ke Bandung untuk mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf disambut hangat oleh Maria
dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria berjalan-jalan ke air terjun Dago,
tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya. Di tempat itu Yusuf
menyatakan perasaan cintanya kepada Maria.
“Maria,
Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?”
“Lama
benar engkau menyuruh saya menanti katamu…”
Setelah kejadian itu, kelakuan Maria
berubah. Percakapannya selalu tentang Yusuf saja, ingatannya sering tidak menentu,
dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering mengganggunya. Sementara hari-hari
Maria penuh kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banya membaca buku. Sebenarnya
pikiran Tuti terganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Melihat
kemesraan Maria dan Yusuf, Tuti pun ingin mengalaminya. Tetapi Tuti juga
memiliki ke khawatiran terhadap hubungan
Maria dan Yusuf. Kemudian Tuti menasehati Maria agar jangan sampai diperbudak
oleh cinta. Nasihat tulus Tuti justru memicu pertengkaran diantara mereka dan
memberikan pukulan keras terhadap Tuti.
“Engkau
rupanya tiada dapat diajak berbicara lagi,”kata Tuti amarah pula, mendengar
jawaban adiknya yang tidak mengindahkan nasihatnya, “Sejak engkau cinta kepada
Yusuf, rupanya otakmu sudah hilang sama sekali. Engkau tidak dapat menimbang
buruk-baiknya lagi. Sudahlah! Apa gunanya memberi nasihat orang serupa ini?”
“Biarlah
saya katamu tidak berotak lagi. Saya cinta kepadanya, ia cinta kepada saya. Saya
percaya kepadanya dan saya hendak menyerahkan seluruh nasib saya ditangannya,
biarlah bagaimana dibuatnya. Demikian kata hati saya. Saya tidak meminta dan
tida perlu nasihatmu. Cinta engkau barangkali cinta perdagangan, baik dan buruk
ditimbang sampai semiligram, tidak hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu
dengan Hambali dahulu putus!”
“Tutup
mulutmu yang lancing itu, nanti saya remas.”
Dari kejadian itu, Tuti sama sekali
tidak berbicara dengan Maria, juga dia merasa sendiri dan sepi dalam
kehidupannya.
Ketika Maria mendadak terkena
penyakit malaria dan TBC, Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Tuti
menjaganya dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah
Supomo untuk meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Sebenarnya Tuti sudah
ingin memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria idaman
yang diinginkan Tuti. Maka dengan segera Tuti menulis surat penolakan.
Sementara itu, keadaan Maria semakin hari makin bertambah
parah. Kemudian ayahnya, Tuti, dan Yusuf memutuskan untuk merawatnya di rumah
sakit. Dokter yang merawatnya menyarankanagar Maria dibawa ke rumah sakit
khusus penderita penyakit TBC wanita di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan
Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga
mengalami perubahan, yang terjadi adalah kondisi Maria semakin lemah.
Pada suatu kesempatan, Tuti dan Yusuf berlibur di rumah
Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah Tuti mulai terbuka dalam memandang
kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan
bercocok tanam, ternyata juga mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi
sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah
alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia, mengabdi kepada
masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan
organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan. Tetapi juga di desa atau di
masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti semakin akrab,
sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin mengkhawatirkan. Dokter yang
merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih banyak lagi. Pada saat kritis
Maria mengatakan sesuatu sebelum ia menginggal.
“Badan saya tidak
kuat lagi, entah apa sebabnya. Tak lama lagi saya hidup di dunia ini. Lain-lain
rasanya… alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu,
kalau kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan
kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan
dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari
peruntungan pada orang lain.” Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria.
Setelah beberapa lama kemudian, sesuai dengan pesan
terakhir Maria, Yusuf dan Tuti menikah dan bahagia selama-lamanya.
TAMAT
AMANAT:
-
Meski kini Emansipasi wanita sudah tidak asing lagi dan derajat wanita telah terangkat, kaum wanita juga harus menjalankan tugas alaminya sebagai wanita.2. Jangan mudah berputus asa.3. Terus berjuang untuk mempertahankan dan menggapai cita-cita.4. Manusia boleh berencana tapi tuhanlah yang menentukan atau memutuskan.
17 komentar:
novel yang menarik :)
bagus :)
Good job :-) :-) :-)
Keren novelny
Bagus!
Terima kasih sinopsisnya!
@!$&#/£×/@(/#¥%+=$!$×?
Mana kebiasaannya ?
Pekok
Bagus 👌👌👌👌
Bravo
SAE
Bagus 👍👍
Bagus 👍👍
Ringkasan'y ada?
good
Terimakasih sinopsisnya.
Posting Komentar
1. Berkomentarlah menggunakan kata yang sopan dan halus
2. Dilarang SPAM!!!
3. Komentar dilarang mengandung SARA!!!
4. Dilarang menghina atau mengejek individu atau kelompok tertentu